Minggu, 23 September 2012

ikterus neonatorum



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang berarti kuning.Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah.  Bilirubin merupakan produk utama pemecahan sel darah merah oleh sistem retikuloendotelial. Kadar bilirubin serum normal pada bayi baru lahir  < 2 mg/dl. Pada konsentrasi > 5 mg/dl bilirubin maka akan tampak secara klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan membran mukosa yang disebut ikterus. Ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 50% bayi cukup bulan (aterm) dan 75% bayi kurang bulan (preterm). (Winkjosastro, 2007).
Di Indonesia, ikterus masih merupakan masalah pada bayi baru lahir yang sering dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada sekitar 25-50% bayi cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan. Oleh sebab itu, memeriksa ikterus pada bayi harus dilakukan pada waktu melakukan kunjungan neonatal/pada saat memeriksa bayi di klinik (Depkes RI, 2006).
Dalam makalah ini akan dibahas tentang ikterus neonatorum mulai dari definisi sampai penatalaksanaan.







B. Rumusan Masalah
1.      apa definisi ikterus neonatorum?
2.      Apa jenis – jenis ikterus neonatorum?
3.      Bagaimana etiologi ikterus neonatorum?
4.      Bagaimana tanda dan gejalah ikterus neonatorum?
5.      Apa saja jenis – jenis ikterus berdasarkan waktu terjadinya?
6.      Bagaimana penatalaksanaan ikterus neonatorum?
7.      Bagaimana pencegahan ikterus neonatorum?
8.      Bagaimana penilaian klinis ikterus neonatorum?
C. Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi ikterus neonatorum
2.      Untuk mengetahui jenis – jenis ikterus neonatorum
3.      Untuk mengetahui etiologi ikterus neonatorum
4.      Untuk mengetahui tanda dan gejalah ikterus neonatorum
5.      Untuk mengetahui jenis – jenis ikterus berdasarkan waktu terjadinya
6.      Untuk mengetahui penatalaksanaan ikterus neonatorum
7.      Untuk mengetahui pencegahan ikterus neonatorum
8.      Untuk mengetahui penilaian klinis ikterus neonatorum









BAB II
PEMBAHASAN
A.     Definisi Ikterus neonatorum
Ikterus sendiri sebenarnya adalah perubahan warna kuning akibat deposisi bilirubin berlebihan pada jaringan; misalkan yang tersering terlihat adalah pada kulit dan konjungtiva mata. Sedangkan definisi ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir dengan keadaan meningginya kadar bilirubun di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. Ikterus juga disebut sebagai keadaan hiperbilirubinemia (kadar bilirubin dalam darah lebih dari 12 mg/dl). Keadaan hiperbilirubinemia merupakan salah satu kegawatan pada BBL karena bilirubin bersifat toksik pada semua jaringan terutama otak yang menyebabkan penyakit kern icterus (ensefalopati bilirubin) yang pada akhirnya dapat mengganggu tumbuh kembang bayi.
B.     Jenis – jenis ikterus neonatorum
1.      Ikterus patologis/ Hiperbilirubinemia
Merupakan keadaan dimana kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi. Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi pada setiap bayi berbeda-beda. Dapat juga diartikan sebagai ikterus dengan konsentrasi bilirubin , yang serumnya mungkin menjurus kea rah terjadinya kernicterus, bila kadar bilirubin tidak dikendalikan. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologi atau dapat dianggap sebagai hiperbilirubinemia ialah:
a.       Ikterus terjadi 24 jam pertama sesudah kelahiran.
b.      Peningkatan konsentrasi bilirubin 5mg% pada neonates kurang bulan dan 12,5% pada neonates cukup bulan.
c.       Ikterus yangdisertai proses hemolisis ( inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis )
d.      Ikterus yang disertai berat lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36minggu, asfiksia , hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia,hiperosmolalitas darah




Dibawah ini adalah beberapa keadaan yang menimbulkan ikterus patologis:
a)      Penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan anak seperti Rhesus antagonis, ABO dan sebagainya.
b)       Kelainan dalam sel darah merah seperti pada defisiensi G-6-PD, thalasemia dan lain-lain.
c)      Hemolisis : hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir.
d)       Infeksi : septikemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit karena toxoplasmosis, sifilis, rubella, hepatitis dan lain-lain.
e)      Kelainan metabolik : hipoglikemia, galaktosemia.
f)       Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti : solfonamida, salisilat, sodium benzoat, gentamisin dsb.
g)      Pirau enterohepatik yang meninggi: obstruksi usus letak tinggi, penyakit Hirschprung, mekoneum ileus dan lain-lain.
2.      Kernicterus
 ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonates cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin indirek lebih dari 20 mg) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kernicterus secara klinis berbentuk kelainan spastic yang terjadi secara kronik
Gejala klinis ensefalopati bilirubin ( kernikterus):
a.       Gejala akut
Gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonates adalah letargi,tidak mau minum dan hipotoni
b.      Gejala kronik
Tangisan yang melengking ( high pitch cry )dan terjadi
-hipertonus
-opisotonus
Bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralisis serebral dengan atetosis, ganguan pendengaran, paralisis sebagian otot mata, dan dysplasia dentalis.




3.      Ikterus neonatorum fisiologis
Adalah keadaan hiperbilirubin karena faktor fisiologis yang merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir. Ikterus ini terjadi atau timbul pada hari ke-2 atau ke-3 dan tampak jelas pada hari ke-5 sampai dengan ke-6 dan akan menghilang pada hari ke-7 atau ke-10. kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih daro 12 mg/dl dan pada BBLR tidak lebih dari 10 mg/dl, dan akan menghilang pada hari ke-14. Bayi tampak biasa, minum baik dan berat badan naik biasa. Penyebab ikterus neonatorum fisiologis diantaranya adalah organ hati yang belum “matang” dalam memproses bilirubin, kurang protein Y dan Z dan enzim glukoronyl tranferase yang belum cukup jumlahnya. Meskipun merupakan gejala fisiologis, orang tua bayi harus tetap waspada karena keadaan fisiologis ini sewaktu-waktu bisa berubah menjadi patologis terutama pada keadaan ikterus yang disebabkan oleh karena penyakit atau infeksi.
C.    Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
1.       Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PADA, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2.      Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar
3.       Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4.      Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.
D.    Tanda dan Gejala
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
1.      Dehidrasi
Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
2.      Pucat
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
3.      Trauma lahir
Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.
4.      Pletorik (penumpukan darah)
Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK
5.      Letargik dan gejala sepsis lainnya
6.      Petekiae (bintik merah di kulit)
Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis
7.      Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
8.      Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9.      Omfalitis (peradangan umbilikus)
10.  Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
11.  Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
12.  Feses dempul disertai urin warna coklat
Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.



E.     Jenis – jenis ikterus berdasarkan waktu terjadinya
1.       Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
• Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama sebagian besar disebabkan oleh :
• Inkompatibilitas darah Rh,ABO, atau golongan lain
• Infeksiintra uterine
• Kadang-kadang karena defisiensi enzim G-6-PD
2.      Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir
• Biasanya ikterus fisiologis
• Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain
• Defisiensi enzim G-6-PD atau enzim eritrosit lain juga masih mungkin.
• Policitemia
• Hemolisis perdarahan tertutup *(perdarahan subaponerosis,perdarahan hepar, sub capsula dll)
3.      Iktersua yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama
• Sepsis
• Dehidrasi dan asidosis Defisiensi G-6-PD
• Pegaruh obat-obatan
• Sindroma Criggler-Najjar , sindroma Gilbert
4.      Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
• Ikterus obtruktive
• Hipotiroidisme
• Breast milk jaundice
• Infeksi
• Hepatitis neonatal
• Galaktosemia




F.     Penatalaksanaan
1.      Tindakan Umum
a.       Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) dan lain-lain pada waktu hamil
b.      Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi.
c.       Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir
d.      Iluminasi yang cukup baik ditempat bayi dirawat
e.       Pengobatan terhadap factor penyebab bila diketahui
2.      Tindakan Khusus
Setiap bayi yang kuning harus ditangani menurut keadaan masing-masing. Bila kadar bilirubin serum bayi tinggi sehingga diduga akan terjadi kernicterus, hiperbilirubinemia tersebut harus diobati dengan tindakat berikut:
a.       Pemberian fenobarbital
Agar proses konjugasi dapat dipercepat, serta mempermudah ekskresi. Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif .
b.      Penggunaan foto terapi
Penggunaan sesuai anjuran dokter biasanya diberikan pada neonates dengan kadar bilirubin indirect lebih dari 10mg%, sebelum transfuse tukar atau sesudah transfuse tukar. Terapi sinar tidak banyak bermanfaat untuk neonates dengan gangguan motilitas usus, obstruksi usus atau saluran cerna, neonates yang tidak mendapat minum secara adekuat, karena penurunan peristaltic usus akan mengakibatkan meningkatnya reabsorbsi enterohepatik bilirubin sehingga seolah-olah terapi sinar tidak bekerja aktif.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan terapi sinar:
1.      Lampu yang dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari 500 jam, untuk menghindari turunnya energy yang dihasilkan oleh lampu yang digunakan.
2.      Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena sinar
3.      Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk mencegah kerusakan retina. Penutup mata dilepas saat pemberian minum dan kunjungan ortu untuk memberikan rangsang visual pada neonates.
4.      Daerah kemaluan ditutup.dengan penutup yang memantulkan cahaya untuk melindungi daerah kemaluan dari cahaya fototerapi
5.      Posisi lampu diatur dengan jarak 20-30 cm diatas tubuh bayi,utnutk mendapat energy optimal
6.      Posisi bayi diubah tiap 8 jam agar tubuh mendapat penyinaran seluas mungkin
7.      Suhu tubuh diukur 4-6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila perlu
8.      Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses dan muntah diukur , dicatat dan dilakukan pemantauan tanda dehidrasi
9.      Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan
10.  Lamanya terapi sinar dicatat
Apabila dalam evaluasi kadar bilirubin serum berada dalam batas normal terapi sinar dihentikan. Jika kadarbilirubin masih tetap fikirkan beberapa kemungkinan antara lain lampu yang tidak efektif atau bayi menderita dehidrasi, hipoksia infeksi gangguan metabolism dan lain-lain.
Kelainan yang mungkin timbul pada neonates yang mendapat terapi sinar:
1.      Peningkatan kehilangan cairan yang tidak terukur.Energi cahaya fototerapi dapat meningkatkan suhu lingkungan dan menyebabkan peningkatan penguapan melalui kulit, terutama bayi premature atau berat lahir sangat rendah. Dapat diantisipasi dengan pemberian cairan tambahan
2.      Frekuensi defekasi meningkat. Meningkatnya bilirubin indirek pada usus akan meningkatkan peristaltic usus. Pemberian enzim lactase yang dapat meningkatkan peristaltic usus. Pemberian susu dengan kadar laktosa rendah akan mengurangi timbulnya diare
3.      Timbul kelainan kulit “ flea bite rash “ di daerah muka badan dan ekstremitas, kelainan ini akan segera hilang setelah terapi dihentikan. Beberapa bayi terjadi “ bronze baby syndrome” hal ini terjadi karena tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan segera hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit ini bersifat sementara dan tidak mempengaruhi proses perkembangan bayi.
4.      Peningkatan suhu. Disebabkan karena suhu lingkungan yang meningkat atau gangguan pengaturan suhu tubuh bayi. Pada bayi premature fungsi thermostat yang belum matang. Pada keadaan ini fototerapi dapat dilanjutkan dengan matikan sebagian lampu yang digunakan dan dilakukan pemantauan suhu tubuh neonates dengan jangka waktu interval yang lebih singkat.


c.       Transfusi tukar
Penggantian darah sirkulasi neonates dengan darah donor dengan cara mengeluarkan darah neonates dan memasukkan darah donor secara berulang dan bergantian melalui suatu prosedur. Jumlah darah yang diganti sama dengan yang dikeluarkan. Pergantian darah bias mencapai 75-85 % dari jumlah darah neonates.
Tujuannya: Menurunkan kadar bilirubin indirek, mengganti eritrosit yang dapat dihemolisis, membuang antibody yang menyebabkan hemolisis, mengoreksi anemia
Transfusi tukar akan dilakukan oleh dokter pada neonates dengan kadar bilirubin indirek sama dengan atau lebih tinggi dari 20mg% atau secara lebiih awal sebelum bilirubin mencapai kadar 20 mg%.
Sebelum transfuse tukar, label darah harus diperiksa apakah sesuai dengan permintaan.Darah yang digunakan usianya harus kurang dari 72 jam. Harus dihangatkan 2 jam sebelum transfuse tukar, bayi harus dipuaskan bila perlu dipasang nasogastrik lalu dibawa ke ruang aseptic untuk menjalani transfuse tukar.
Prosedurtransfusi tukar:
1.      Bayi ditidurkan rata diatas meja fiksasi longgar
2.      Pasang monitor jantung, alarm jantung diatur diluar batas 100-180x/menit
3.      Masukan kateter kedalam vena umbilicus
4.      Melalui kateter, darah bayi dihisap sebanyak 20 cc lalu dikeluarkan. Darah pengganti 20 cc dimasukkan. Tunggu 20 detik, lalu darah bayi diambil lagi sebanyak 20cc dan dikeluarkan. Kemudian dimasukan darah pengganti demikian seterusnya sampai selesai
5.      Kecepatan mengisap dan memasukan 1,8 kg/cc BB/menit. Jumlah darah yg di trasfusi tukar berkisar 140-180 cc/kgBB tergantung tgi rendahnya kadar bilirubin
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1.      Neonatus harus dipasang alat monitor kardio respirator
2.      Tekanan darah terus dipantau
3.      Neonatus dipuaskan bila perlu pasang nasogastrik
4.      Neonatus dipasang inus
5.      Suhu tubuh dipantau jaga dalam batas normal
6.      Sediakan peralatan resusitasi.


G. Pencegahan ikterus neonatorum
Perlu dilakukan terutama bila terdapat faktor risiko seperti riwayat inkompatibilitas ABO sebelumnya. AAP dalam rekomendasinya mengemukakan beberapa langkah pencegahan hiperbilirubinemia sebagai berikut:
1.      Primer
AAP merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan hampir cukup bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu untuk menyusukan bayinya sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari pertama. Rendahnya asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan dengan proses menyusui dan dapat menimbulkan ikterus neonatorum. Meningkatkan frekuensi menyusui dapat menurunkan kecenderungan keadaan hiperbilirubinemia yang berat pada neonatus. Lingkungan yang kondusif bagi ibu akan menjamin terjadinya proses menyusui yang baik. AAP juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun dekstrosa) pada neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak dapat mencegah terjadinya ikterus neonatorum maupun menurunkan kadar bilirubin serum.
2.       Sekunder
Dokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang memiliki risiko tinggi ikterus neonatorum. Pemeriksaan Golongan DarahSemua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah menjalani pemeriksaan golongan darah selama kehamilannya, sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah dan Rhesus. Apabila golongan darah ibu adalah O dengan Rh-positif, perlu dilakukan pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah bayi bukan O, dapat dilakukan tes Coombs.








H.    Penilaian kinis
Tenaga kesehatan harus memastikan bahwa semua neonatus dimonitor secara berkala untuk mengawasi terjadinya ikterus. Ruang perawatan sebaiknya memiliki prosedur standar tata laksana ikterus. Ikterus harus dinilai sekurang-kurangnya setiap 8 jam bersamaan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital lain.Pada bayi baru lahir, ikterus dapat dinilai dengan menekan kulit bayi sehingga memperlihatkan warna kulit dan subkutan. Penilaian ini harus dilakukan dalam ruangan yang cukup terang, paling baik menggunakan sinar matahari. Penilaian ini sangat kasar, umumnya hanya berlaku pada bayi kulit putih dan memiliki angka kesalahan yang tinggi. Ikterus pada awalnya muncul di bagian wajah, kemudian akan menjalar ke kaudal dan ekstrimitas.
§      Penilaian Ikterus Menurut Kramer
Menurut Kramer, ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Untuk penilaian ikterus, Kramer membagi tubuh bayi baru lahir dalam 5 bagian yang dimulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian bawah sampai tumit, tumit –pergelangan kaki dan bahu pergelangan tangan dan kaki serta tangan termasuk telapak tangan. Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung , tulang dada , lutut dll. Kemudian penilaian kadar bilirubin dari tiap-tiap nmor disesuaikan dengan angka rata-rata didalam gambar.
Cara ini juga tidak menunjukan intensitas ikterus yang tepat dalam plasma bayi baru lahir. Nomor urut menunjukan arah meluasnya ikterus.
Derajat Ikterus
Daerah Ikterus
Perkiraan Kadar Bilirubin (rata-rata)
Aterm
Premature
1
2

3

4


5
Kepala sampai leher.
Kepala, badan sampai dengan umbilicus
Kepala, badan, paha sampai dengan lutut
Kepala, badan, ekstremitas sampai dengan pergelangan tangan dan kaki
Kepala, badan, semua ekstremitas sampai dengan ujung jari
5,4
8,9

11,8

15,8
-
9,4

11,4

13,3
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ikterus sendiri sebenarnya adalah perubahan warna kuning akibat deposisi bilirubin berlebihan pada jaringan; misalkan yang tersering terlihat adalah pada kulit dan konjungtiva mata. Sedangkan definisi ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir dengan keadaan meningginya kadar bilirubun di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. Ikterus juga disebut sebagai keadaan hiperbilirubinemia (kadar bilirubin dalam darah lebih dari 12 mg/dl). Keadaan hiperbilirubinemia merupakan salah satu kegawatan pada BBL karena bilirubin bersifat toksik pada semua jaringan terutama otak yang menyebabkan penyakit kern icterus (ensefalopati bilirubin) yang pada akhirnya dapat mengganggu tumbuh kembang bayi.












DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar