BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kata
ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang berarti
kuning.Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Bilirubin merupakan produk utama pemecahan sel
darah merah oleh sistem retikuloendotelial. Kadar bilirubin serum normal pada
bayi baru lahir < 2 mg/dl. Pada
konsentrasi > 5 mg/dl bilirubin maka akan tampak secara klinis berupa
pewarnaan kuning pada kulit dan membran mukosa yang disebut ikterus. Ikterus
akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka
kejadian ikterus terdapat pada 50% bayi cukup bulan (aterm) dan 75% bayi kurang
bulan (preterm). (Winkjosastro, 2007).
Di Indonesia, ikterus masih merupakan
masalah pada bayi baru lahir yang sering dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada
sekitar 25-50% bayi cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan.
Oleh sebab itu, memeriksa ikterus pada bayi harus dilakukan pada waktu
melakukan kunjungan neonatal/pada saat memeriksa bayi di klinik (Depkes RI,
2006).
Dalam makalah ini akan dibahas tentang
ikterus neonatorum mulai dari definisi sampai penatalaksanaan.
B.
Rumusan Masalah
1.
apa definisi ikterus neonatorum?
2.
Apa jenis – jenis ikterus
neonatorum?
3.
Bagaimana etiologi ikterus
neonatorum?
4.
Bagaimana tanda dan gejalah ikterus
neonatorum?
5.
Apa saja jenis – jenis ikterus
berdasarkan waktu terjadinya?
6.
Bagaimana penatalaksanaan ikterus
neonatorum?
7.
Bagaimana pencegahan ikterus
neonatorum?
8.
Bagaimana penilaian klinis ikterus
neonatorum?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui definisi ikterus
neonatorum
2.
Untuk mengetahui jenis – jenis
ikterus neonatorum
3.
Untuk mengetahui etiologi ikterus
neonatorum
4.
Untuk mengetahui tanda dan gejalah ikterus
neonatorum
5.
Untuk mengetahui jenis – jenis
ikterus berdasarkan waktu terjadinya
6.
Untuk mengetahui penatalaksanaan
ikterus neonatorum
7.
Untuk mengetahui pencegahan ikterus
neonatorum
8.
Untuk mengetahui penilaian klinis
ikterus neonatorum
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Ikterus neonatorum
Ikterus sendiri
sebenarnya adalah perubahan warna kuning akibat deposisi bilirubin berlebihan
pada jaringan; misalkan yang tersering terlihat adalah pada kulit dan
konjungtiva mata. Sedangkan definisi ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus
yang terjadi pada bayi baru lahir dengan keadaan meningginya kadar bilirubun di
dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat
tubuh lainnya berwarna kuning. Ikterus juga disebut sebagai keadaan hiperbilirubinemia
(kadar bilirubin dalam darah lebih dari 12 mg/dl). Keadaan hiperbilirubinemia
merupakan salah satu kegawatan pada BBL karena bilirubin bersifat toksik pada
semua jaringan terutama otak yang menyebabkan penyakit kern icterus
(ensefalopati bilirubin) yang pada akhirnya dapat mengganggu tumbuh kembang
bayi.
B. Jenis – jenis ikterus neonatorum
1. Ikterus patologis/ Hiperbilirubinemia
Merupakan
keadaan dimana kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi. Tingginya
kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi pada setiap bayi
berbeda-beda. Dapat juga diartikan sebagai ikterus dengan konsentrasi bilirubin
, yang serumnya mungkin menjurus kea rah terjadinya kernicterus, bila kadar bilirubin tidak dikendalikan. Ikterus yang
kemungkinan menjadi patologi atau dapat dianggap sebagai hiperbilirubinemia
ialah:
a.
Ikterus
terjadi 24 jam pertama sesudah kelahiran.
b.
Peningkatan
konsentrasi bilirubin 5mg% pada neonates kurang bulan dan 12,5% pada neonates
cukup bulan.
c.
Ikterus
yangdisertai proses hemolisis ( inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD
dan sepsis )
d.
Ikterus
yang disertai berat lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari
36minggu, asfiksia , hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi,
hipoglikemia, hiperkapnia,hiperosmolalitas darah
Dibawah
ini adalah beberapa keadaan yang menimbulkan ikterus patologis:
a)
Penyakit hemolitik, isoantibodi karena
ketidakcocokan golongan darah ibu dan anak seperti Rhesus antagonis, ABO dan
sebagainya.
b)
Kelainan dalam sel darah merah
seperti pada defisiensi G-6-PD, thalasemia dan lain-lain.
c)
Hemolisis : hematoma, polisitemia,
perdarahan karena trauma lahir.
d)
Infeksi : septikemia, meningitis,
infeksi saluran kemih, penyakit karena toxoplasmosis, sifilis, rubella,
hepatitis dan lain-lain.
e)
Kelainan metabolik : hipoglikemia,
galaktosemia.
f)
Obat-obatan yang menggantikan ikatan
bilirubin dengan albumin seperti : solfonamida, salisilat, sodium benzoat,
gentamisin dsb.
g)
Pirau enterohepatik yang meninggi:
obstruksi usus letak tinggi, penyakit Hirschprung, mekoneum ileus dan
lain-lain.
2.
Kernicterus
ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya
ditemukan pada neonates cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin indirek
lebih dari 20 mg) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy
ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kernicterus secara klinis berbentuk
kelainan spastic yang terjadi secara kronik
Gejala klinis ensefalopati
bilirubin ( kernikterus):
a.
Gejala
akut
Gejala
yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonates adalah
letargi,tidak mau minum dan hipotoni
b.
Gejala
kronik
Tangisan
yang melengking ( high pitch cry )dan terjadi
-hipertonus
-opisotonus
Bayi
yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralisis serebral dengan
atetosis, ganguan pendengaran, paralisis sebagian otot mata, dan dysplasia
dentalis.
3.
Ikterus
neonatorum fisiologis
Adalah keadaan hiperbilirubin karena
faktor fisiologis yang merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru
lahir. Ikterus ini terjadi atau timbul pada hari ke-2 atau ke-3 dan tampak
jelas pada hari ke-5 sampai dengan ke-6 dan akan menghilang pada hari ke-7 atau
ke-10. kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih daro 12 mg/dl
dan pada BBLR tidak lebih dari 10 mg/dl, dan akan menghilang pada hari ke-14.
Bayi tampak biasa, minum baik dan berat badan naik biasa. Penyebab ikterus
neonatorum fisiologis diantaranya adalah organ hati yang belum “matang” dalam
memproses bilirubin, kurang protein Y dan Z dan enzim glukoronyl tranferase
yang belum cukup jumlahnya. Meskipun merupakan gejala fisiologis, orang tua
bayi harus tetap waspada karena keadaan fisiologis ini sewaktu-waktu bisa
berubah menjadi patologis terutama pada keadaan ikterus yang disebabkan oleh
karena penyakit atau infeksi.
C.
Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir
dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
1.
Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PADA, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PADA, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2.
Gangguan proses “uptake” dan konjugasi
hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar
3.
Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4.
Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.
D.
Tanda
dan Gejala
Gejala utamanya adalah
kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai
dengan gejala-gejala:
1. Dehidrasi
Asupan
kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
2. Pucat
Sering
berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO,
rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
3. Trauma
lahir
Bruising,
sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.
4. Pletorik
(penumpukan darah)
Polisitemia,
yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK
5. Letargik
dan gejala sepsis lainnya
6. Petekiae
(bintik merah di kulit)
Sering
dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis
7. Mikrosefali
(ukuran kepala lebih kecil dari normal)
Sering
berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
8. Hepatosplenomegali
(pembesaran hati dan limpa)
9. Omfalitis
(peradangan umbilikus)
10. Hipotiroidisme
(defisiensi aktivitas tiroid)
11. Massa
abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
12. Feses
dempul disertai urin warna coklat
Pikirkan
ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.
E.
Jenis
– jenis ikterus berdasarkan waktu terjadinya
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
• Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama sebagian besar disebabkan oleh :
• Inkompatibilitas darah Rh,ABO, atau golongan lain
• Infeksiintra uterine
• Kadang-kadang karena defisiensi enzim G-6-PD
• Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama sebagian besar disebabkan oleh :
• Inkompatibilitas darah Rh,ABO, atau golongan lain
• Infeksiintra uterine
• Kadang-kadang karena defisiensi enzim G-6-PD
2. Ikterus
yang timbul 24-72 jam sesudah lahir
• Biasanya ikterus fisiologis
• Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain
• Defisiensi enzim G-6-PD atau enzim eritrosit lain juga masih mungkin.
• Policitemia
• Hemolisis perdarahan tertutup *(perdarahan subaponerosis,perdarahan hepar, sub capsula dll)
• Biasanya ikterus fisiologis
• Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain
• Defisiensi enzim G-6-PD atau enzim eritrosit lain juga masih mungkin.
• Policitemia
• Hemolisis perdarahan tertutup *(perdarahan subaponerosis,perdarahan hepar, sub capsula dll)
3. Iktersua
yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama
• Sepsis
• Dehidrasi dan asidosis Defisiensi G-6-PD
• Pegaruh obat-obatan
• Sindroma Criggler-Najjar , sindroma Gilbert
• Sepsis
• Dehidrasi dan asidosis Defisiensi G-6-PD
• Pegaruh obat-obatan
• Sindroma Criggler-Najjar , sindroma Gilbert
4. Ikterus
yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
• Ikterus obtruktive
• Hipotiroidisme
• Breast milk jaundice
• Infeksi
• Hepatitis neonatal
• Galaktosemia
• Ikterus obtruktive
• Hipotiroidisme
• Breast milk jaundice
• Infeksi
• Hepatitis neonatal
• Galaktosemia
F.
Penatalaksanaan
1.
Tindakan
Umum
a.
Memeriksa
golongan darah ibu (Rh, ABO) dan lain-lain pada waktu hamil
b.
Mencegah
trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi.
c.
Pemberian
makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi
baru lahir
d.
Iluminasi
yang cukup baik ditempat bayi dirawat
e.
Pengobatan
terhadap factor penyebab bila diketahui
2. Tindakan Khusus
Setiap bayi yang kuning harus
ditangani menurut keadaan masing-masing. Bila kadar bilirubin serum bayi tinggi
sehingga diduga akan terjadi kernicterus, hiperbilirubinemia tersebut harus
diobati dengan tindakat berikut:
a.
Pemberian
fenobarbital
Agar
proses konjugasi dapat dipercepat, serta mempermudah ekskresi. Pengobatan
dengan cara ini tidak begitu efektif .
b.
Penggunaan
foto terapi
Penggunaan
sesuai anjuran dokter biasanya diberikan pada neonates dengan kadar bilirubin
indirect lebih dari 10mg%, sebelum transfuse tukar atau sesudah transfuse
tukar. Terapi sinar tidak banyak bermanfaat untuk neonates dengan gangguan
motilitas usus, obstruksi usus atau saluran cerna, neonates yang tidak mendapat
minum secara adekuat, karena penurunan peristaltic usus akan mengakibatkan
meningkatnya reabsorbsi enterohepatik bilirubin sehingga seolah-olah terapi
sinar tidak bekerja aktif.
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan terapi sinar:
1.
Lampu
yang dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari 500 jam, untuk menghindari
turunnya energy yang dihasilkan oleh lampu yang digunakan.
2.
Pakaian
bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena sinar
3.
Kedua
mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk mencegah
kerusakan retina. Penutup mata dilepas saat pemberian minum dan kunjungan ortu
untuk memberikan rangsang visual pada neonates.
4.
Daerah
kemaluan ditutup.dengan penutup yang memantulkan cahaya untuk melindungi daerah
kemaluan dari cahaya fototerapi
5.
Posisi
lampu diatur dengan jarak 20-30 cm diatas tubuh bayi,utnutk mendapat energy
optimal
6.
Posisi
bayi diubah tiap 8 jam agar tubuh mendapat penyinaran seluas mungkin
7.
Suhu
tubuh diukur 4-6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila perlu
8.
Pemasukan
cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses dan muntah diukur , dicatat dan
dilakukan pemantauan tanda dehidrasi
9.
Hidrasi
bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan
10. Lamanya terapi sinar dicatat
Apabila dalam evaluasi kadar
bilirubin serum berada dalam batas normal terapi sinar dihentikan. Jika
kadarbilirubin masih tetap fikirkan beberapa kemungkinan antara lain lampu yang
tidak efektif atau bayi menderita dehidrasi, hipoksia infeksi gangguan
metabolism dan lain-lain.
Kelainan yang mungkin timbul pada
neonates yang mendapat terapi sinar:
1.
Peningkatan
kehilangan cairan yang tidak terukur.Energi cahaya fototerapi dapat
meningkatkan suhu lingkungan dan menyebabkan peningkatan penguapan melalui
kulit, terutama bayi premature atau berat lahir sangat rendah. Dapat
diantisipasi dengan pemberian cairan tambahan
2.
Frekuensi
defekasi meningkat. Meningkatnya bilirubin indirek pada usus akan meningkatkan
peristaltic usus. Pemberian enzim lactase yang dapat meningkatkan peristaltic
usus. Pemberian susu dengan kadar laktosa rendah akan mengurangi timbulnya
diare
3.
Timbul
kelainan kulit “ flea bite rash “ di
daerah muka badan dan ekstremitas, kelainan ini akan segera hilang setelah
terapi dihentikan. Beberapa bayi terjadi “ bronze
baby syndrome” hal ini terjadi karena tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan
segera hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit ini bersifat sementara dan
tidak mempengaruhi proses perkembangan bayi.
4.
Peningkatan
suhu. Disebabkan karena suhu lingkungan yang meningkat atau gangguan pengaturan
suhu tubuh bayi. Pada bayi premature fungsi thermostat yang belum matang. Pada
keadaan ini fototerapi dapat dilanjutkan dengan matikan sebagian lampu yang
digunakan dan dilakukan pemantauan suhu tubuh neonates dengan jangka waktu
interval yang lebih singkat.
c.
Transfusi
tukar
Penggantian darah sirkulasi
neonates dengan darah donor dengan cara mengeluarkan darah neonates dan
memasukkan darah donor secara berulang dan bergantian melalui suatu prosedur.
Jumlah darah yang diganti sama dengan yang dikeluarkan. Pergantian darah bias
mencapai 75-85 % dari jumlah darah neonates.
Tujuannya: Menurunkan kadar
bilirubin indirek, mengganti eritrosit yang dapat dihemolisis, membuang
antibody yang menyebabkan hemolisis, mengoreksi anemia
Transfusi tukar akan dilakukan
oleh dokter pada neonates dengan kadar bilirubin indirek sama dengan atau lebih
tinggi dari 20mg% atau secara lebiih awal sebelum bilirubin mencapai kadar 20
mg%.
Sebelum transfuse tukar, label
darah harus diperiksa apakah sesuai dengan permintaan.Darah yang digunakan
usianya harus kurang dari 72 jam. Harus dihangatkan 2 jam sebelum transfuse
tukar, bayi harus dipuaskan bila perlu dipasang nasogastrik lalu dibawa ke
ruang aseptic untuk menjalani transfuse tukar.
Prosedurtransfusi tukar:
1.
Bayi
ditidurkan rata diatas meja fiksasi longgar
2.
Pasang
monitor jantung, alarm jantung diatur diluar batas 100-180x/menit
3.
Masukan
kateter kedalam vena umbilicus
4.
Melalui
kateter, darah bayi dihisap sebanyak 20 cc lalu dikeluarkan. Darah pengganti 20
cc dimasukkan. Tunggu 20 detik, lalu darah bayi diambil lagi sebanyak 20cc dan
dikeluarkan. Kemudian dimasukan darah pengganti demikian seterusnya sampai
selesai
5.
Kecepatan
mengisap dan memasukan 1,8 kg/cc BB/menit. Jumlah darah yg di trasfusi tukar
berkisar 140-180 cc/kgBB tergantung tgi rendahnya kadar bilirubin
Hal-hal
yang perlu diperhatikan:
1.
Neonatus
harus dipasang alat monitor kardio respirator
2.
Tekanan
darah terus dipantau
3.
Neonatus
dipuaskan bila perlu pasang nasogastrik
4.
Neonatus
dipasang inus
5.
Suhu
tubuh dipantau jaga dalam batas normal
6.
Sediakan
peralatan resusitasi.
G. Pencegahan ikterus neonatorum
Perlu dilakukan
terutama bila terdapat faktor risiko seperti riwayat inkompatibilitas ABO
sebelumnya. AAP dalam rekomendasinya mengemukakan beberapa langkah pencegahan
hiperbilirubinemia sebagai berikut:
1. Primer
AAP
merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan hampir cukup
bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu untuk menyusukan bayinya
sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari pertama. Rendahnya asupan
kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan dengan proses menyusui dan dapat
menimbulkan ikterus neonatorum. Meningkatkan frekuensi menyusui dapat
menurunkan kecenderungan keadaan hiperbilirubinemia yang berat pada neonatus.
Lingkungan yang kondusif bagi ibu akan menjamin terjadinya proses menyusui yang
baik. AAP juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun
dekstrosa) pada neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak dapat
mencegah terjadinya ikterus neonatorum maupun menurunkan kadar bilirubin serum.
2. Sekunder
Dokter
harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang memiliki risiko
tinggi ikterus neonatorum. Pemeriksaan Golongan DarahSemua wanita hamil
harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta menjalani
skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah menjalani pemeriksaan golongan
darah selama kehamilannya, sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
golongan darah dan Rhesus. Apabila golongan darah ibu adalah O dengan
Rh-positif, perlu dilakukan pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah bayi bukan
O, dapat dilakukan tes Coombs.
H.
Penilaian
kinis
Tenaga kesehatan harus
memastikan bahwa semua neonatus dimonitor secara berkala untuk mengawasi
terjadinya ikterus. Ruang perawatan sebaiknya memiliki prosedur standar tata
laksana ikterus. Ikterus harus dinilai sekurang-kurangnya setiap 8 jam
bersamaan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital lain.Pada bayi baru lahir, ikterus
dapat dinilai dengan menekan kulit bayi sehingga memperlihatkan warna kulit dan
subkutan. Penilaian ini harus dilakukan dalam ruangan yang cukup terang, paling
baik menggunakan sinar matahari. Penilaian ini sangat kasar, umumnya hanya
berlaku pada bayi kulit putih dan memiliki angka kesalahan yang tinggi. Ikterus
pada awalnya muncul di bagian wajah, kemudian akan menjalar ke kaudal dan
ekstrimitas.
§ Penilaian Ikterus Menurut Kramer
Menurut Kramer, ikterus dimulai
dari kepala, leher dan seterusnya. Untuk penilaian ikterus, Kramer membagi
tubuh bayi baru lahir dalam 5 bagian yang dimulai dari kepala dan leher, dada
sampai pusat, pusat bagian bawah sampai tumit, tumit –pergelangan kaki dan bahu
pergelangan tangan dan kaki serta tangan termasuk telapak tangan. Cara
pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang tulangnya
menonjol seperti tulang hidung , tulang dada , lutut dll. Kemudian penilaian
kadar bilirubin dari tiap-tiap nmor disesuaikan dengan angka rata-rata didalam
gambar.
Cara ini juga tidak menunjukan
intensitas ikterus yang tepat dalam plasma bayi baru lahir. Nomor urut
menunjukan arah meluasnya ikterus.
Derajat
Ikterus
|
Daerah
Ikterus
|
Perkiraan
Kadar Bilirubin (rata-rata)
|
|
Aterm
|
Premature
|
||
1
2
3
4
5
|
Kepala
sampai leher.
Kepala,
badan sampai dengan umbilicus
Kepala,
badan, paha sampai dengan lutut
Kepala,
badan, ekstremitas sampai dengan pergelangan tangan dan kaki
Kepala,
badan, semua ekstremitas sampai dengan ujung jari
|
5,4
8,9
11,8
15,8
|
-
9,4
11,4
13,3
|
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ikterus
sendiri sebenarnya adalah perubahan warna kuning akibat deposisi bilirubin
berlebihan pada jaringan; misalkan yang tersering terlihat adalah pada kulit
dan konjungtiva mata. Sedangkan definisi ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus
yang terjadi pada bayi baru lahir dengan keadaan meningginya kadar bilirubun di
dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat
tubuh lainnya berwarna kuning. Ikterus juga disebut sebagai keadaan
hiperbilirubinemia (kadar bilirubin dalam darah lebih dari 12 mg/dl). Keadaan
hiperbilirubinemia merupakan salah satu kegawatan pada BBL karena bilirubin
bersifat toksik pada semua jaringan terutama otak yang menyebabkan penyakit
kern icterus (ensefalopati bilirubin) yang pada akhirnya dapat mengganggu
tumbuh kembang bayi.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar