Minggu, 23 September 2012

askep asma pada anak


LAPORAN PENDAHULUAN
A.    PENGERTIAN ASMA
Asma adalah kondisi yang disebabkan oleh penyempitan saluran pernapasan kecil (bronchi) di paru-paru yang terjadi karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang menyebabkan peradangan dan penyempitan yang bersifat sementara. Udara menjadi lebih sulit untuk lewat dan hal ini menyebabkan terjadinya mengi (wheezing), batuk, serta masalah lain dalam pernapasan. Mengi akan dialami 1 dari 4 anak selama masa kanak-kanaknya.
Meskipun asma dapat terjadi pada semua usia, namun lebih sering terjadi pada anak-anak, terutama sekali pada anak mulai usia 5 tahun. Beberapa anak menderita asma sampai mereka usia dewasa; namun dapat disembuhkan. Kebanyakan anak-anak pernah menderita asma. Para Dokter tidak yakin akan hal ini, meskipun hal itu adalah teori. Lebih dari 6 % anak-anak terdiagnosa menderita asma, 75 % meningkat pada akhir-akhir ini. Meningkat tajam sampai 40 % di antara populasi anak di kota.
Beberapa orang ilmuan memberikan definisi tentang asma , antara lain :
1.      Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
2.       Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
3.      Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas




B.  ETIOLOGI ASMA
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
1)    Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2)   Pembengkakan membran bronkus.
3)   Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asthma bronkhial.
1.        Faktor predisposisi.
a.       Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahuibagaimana  cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2.      Faktor Presipitasi (Pencetus )
a)      Alergen.
Dimana alergen dibagi menjadi tiga jenis , yaitu :
1)      Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Seperti debu, bulu binatang,   serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2)        Ingestan, yang masuk melalui mulut. Seperti makanan dan obat-obatan.
3)         Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. seperti : perhiasan, logam dan jam tangan
b)      Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.




c)      Stress.
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress atau gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d)     Lingkungan kerja .
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti
e)       Olahraga atau aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

C.     KLASIFIKASI ASMA PADA ANAK
Pembagian asma menurut Phelan dkk (1983) adalah sebagai berikut :
1.      Asma episodik jarang.
Golongan ini merupakan 70–75% dari populasi asma anak. Biasanya terdapat pada anak umur 3–6 tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi virus saluran napas atas. Banyaknya serangan 3–4 kali dalam satu tahun. Lamanya serangan paling lama hanya beberapa hari saja dan jarang merupakan serangan yang berat. Gejala-gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat berlangsung sekitar 3–4 hari dan batuknya dapat berlangsung 10–14 hari. Waktu remisinya bermingu-minggu sampai berbulan-bulan. Manifestasi alergi lainnya misalnya eksim jarang didapatkan. Tumbuh kembang anak biasanya baik. Di luar serangan tidak ditemukan kelainan lain.





2.      Asma episodik sering.
Golongan ini merupakan 28% dari populasi asma anak. Pada dua pertiga golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun. Pada permulaan, serangan berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas. Pada umur 5–6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua menghubungkannya dengan perubahan udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan stress. Banyaknya serangan 3−4 kali dalam satu tahun dan tiap kali serangan beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekuensi serangan paling banyak pada umur 8−13 tahun. Pada golongan lanjut kadang-kadang sukar dibedakan dengan golongan asma kronik atau persisten. Umumnya gejala paling buruk terjadi pada malam hari dengan batuk dan mengi yang dapat mengganggu tidur.
Pemeriksaan fisik di luar serangan tergantung pada frekuensi serangan. Jika waktu serangan lebih dari 1−2 minggu, biasanya tidak ditemukan kelainan fisik. Hay fever dan eksim dapat ditemukan pada golongan ini. Pada golongan ini jarang ditemukan gangguan pertumbuhan.
3.      Asma kronik atau persisten.
Pada 25% anak serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan, 75% sebelum umur 3 tahun. Pada 50% anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun pertama dan pada 50% sisanya serangan episodik. Pada umur 5−6 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi saluran napas yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi setiap hari. Dari waktu ke waktu terjadi serangan yang berat dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Obstruksi jalan napas mencapai puncaknya pada umur 8–14 tahun.
Pada umur dewasa muda 50% dari golongan ini tetap menderita asma persisten atau sering. Jarang yang betul-betul bebas mengi  pada umur dewasa muda. Pada pemeriksaan fisik dapat terjadi perubahan bentuk toraks seperti dada burung (pigeon chest), dada tong (barrel chest) dan terdapat sulkus Harrison. Pada golongan ini dapat terjadi gangguan pertumbuhan, yaitu bertubuh kecil. Kemampuan aktivitas fisiknya sangat berkurang, sering tidak dapat melakukan kegiatan olahraga dan kegiatan biasa lainnya. Sebagian kecil ada juga yang mengalami gangguan psikososial.


Disamping tiga golongan besar tersebut diatas terdapat bentuk asma yang tidak dapat begitu saja dimasukkan ke dalamnya, antara lain:
1.      Asma episodik berat atau berulang.
Dapat terjadi pada semua umur, biasanya pada anak kecil dan umur prasekolah. Serangan biasanya berat dan sering memerlukan perawatan di rumah sakit. Biasanya berhubungan dengan infeksi saluran napas. Di luar serangan biasanya normal dan tanda-tanda alergi tidak menonjol. Serangan biasanya hilang pada umur 5−6 tahun. Tidak terdapat obstruksi saluran napas yang persisten.
2.      Asma persiten.
Mengi yang persisten dengan takipnea untuk beberapa hari atau beberapa minggu. Keadaan mengi yang persisten ini kemungkinan besar berhubungan dengan kecilnya saluran napas pada anak golongan umur ini. Terjadi pada beberapa anak umur 3−12 bulan. Mengi biasanya terdengar jelas jika anak sedang aktif. Keadaan umum anak dan tumbuh kembang biasanya tetap baik, bahkan beberapa anak menjadi gemuk sehingga ada istilah “fat happy wheezer”. Gambaran rontgen paru biasanya normal. Gejala obstruksi saluran napas disebabkan oleh edema mukosa dan hipersekresi  daripada spasme otot bronkusnya.
3.      Hipersekresi
Biasanya terdapat pada anak kecil dan permulaan umur sekolah. Gambaran utama serangan adalah batuk, suara napas berderak dan mengi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi basah kasar dab ronkhi kering.
4.      Asma karena beban fisik.
Serangan asma setelah melakukan kegiatan fisik sering dijumpai pada asma episodik sering dan pada asma kronik persisten. Disamping itu terdapat golongan asma yang manifestasi klinisnya baru timbul setelah ada beban fisik yang bertambah. Biasanya pada anak besar dan akil baliq.
5.      Asma dengan alergen atau sensitivitas spesifik.
Pada kebanyakan asma anak, biasanya terdapat banyak faktor yang dapat mencetuskan serangan asma, tetapi pada anak yang serangan asmanya baru timbul segera setelah terkena alergen, misalnya bulu binatang, minum aspirin, zat warna tartrazine, makan makanan atau minum minuman yang mengandung zat pengawet.


6.      Batuk malam.
Banyak terdapat pada semua golongan asma. Batuk terjadi karena inflamasi mukosa, edema dan produksi mukus yang banyak. Bila gejala menginya tidak jelas sering salah didiagnosis, yaitu pada golongan asma anak yang berumur 2−6 tahun dengan gejala utama serangan batuk malam yang keras dan kering. Batuk biasanya terjadi pada jam 1−4 pagi. Pada golongan ini sering didapatkan tanda adanya alergi pada anak dan keluarganya.
7.      Asma yang memburuk pada pagi hari.
Golongan yang gejalanya paling buruk jam 1−4 pagi. Keadaan demikian dapat terjadi secara teratur atau intermitten. Keadaan ini diduga berhubungan dengan irama diurnal caliber saluran napas, yang pada golongan ini sangat menonjol.
D.    PATOFISIOLOGIS ASMA
Asma ialah penyakit paru dengan cirri khas yakni saluran napas sangat mudah bereaksi terhadap barbagai ransangan atau pencetus dengan manifestasi berupa serangan asma. Kelainan yang didapatkan adalah: Otot bronkus akan mengkerut ( terjadi penyempitan) Selaput lendir bronkus udema Produksi lendir makin banyak, lengket dan kental, sehingga ketiga hal tersebut menyebabkan saluran lubang bronkus menjadi sempit dan anak akan batuk bahkan dapat sampai sesak napas. Serangan tersebut dapat hilang sendiri atau hilang dengan pertolongan obat. Pada stadium permulaan serangan terlihat mukosa pucat, terdapat edema dan sekresi bertambah. Lumen bronkus menyempit akibat spasme. Terlihat kongesti embuluh darah, infiltrasi sel eosinofil dalam secret didlam lumen saluran napas. Jika serangan sering terjadi dan lama atau menahun akan terlihat deskuamasi (mengelupas) epitel, penebalan membran hialin bosal, hyperplasia serat elastin, juga hyperplasia dan hipertrofi otot bronkus. Pada serangan yang berat atau pada asma yang menahun terdapat penyumbatan bronkus oleh mucus yang kental. Pada asma yang timbul akibat reaksi imunologik, reaksi antigen – antibody menyebabkan lepasnya mediator kimia yang dapat menimbulkan kelainan patologi tadi. Mediator kimia tersebut adalah:


1)      Histamin.
·         Kontraksi otot polos
·         Dilatasi pembuluh kapiler dan kontraksi pembuluh vena, sehingga terjadi edema
·         Bertambahnya sekresi kelenjar dimukosa bronchus, bronkhoilus, mukosaa, hidung dan mata
1)      Bradikinin.
·         Kontraksi otot polos bronchus.
·         Meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.
·         Vasodepressor (penurunan tekanan darah).
·         Bertambahnya sekresi kelenjar peluh dan ludah.
2)      Prostaglandin.
·         bronkokostriksi (terutama prostaglandin F)
E.     MANIFESTASI KLINIS DIARE PADA ANAK
Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing. Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
a.       Tingkat I :
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
b.      Tingkat II :
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
c.       Tingkat III :
Tanpa keluhan.Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
d.      Tingkat IV :
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
e.       Tingkat V :
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.





F.      PENATALAKSANAAN DIARE PADA ANAK
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :
1.      Menghilangkan obstruksi jalan nafas
2.      Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma
3.      Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun penjelasan penyakit.
Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :
a.        Pengobatan dengan obat-obatan Seperti :
1) Beta agonist (beta adrenergik agent)
2) Methylxanlines (enphy bronkodilator)
3) Anti kolinergik (bronkodilator)
4) Kortikosteroid
5) Mast cell inhibitor (lewat inhalasi)
b.      Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
1.      Oksigen 4-6 liter/menit.
2.      Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% diberikan perlahan.
3.      Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam.
4.      Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.










KONSEP KEPERAWATAN
a.Identitas klien
 1. Riwayat kesehatan masa lalu    : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
 2. Riwayat kesehatan sekarang     : keluhan sesak napas, keringat dingin.
 3. Status mental                             : lemas, takut, gelisah
 4. Pernapasan                                : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
 5. Gastro intestinal                        : adanya mual, muntah.
 6. Pola aktivitas                             : kelemahan tubuh, cepat lelah
b.Pemeriksaan fisik
Dada, meliputi:
1.      Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
2.      Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
3.      Keabnormalan struktur Thorax
4.       Contour dada simetris
5.       Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata
6.       RR dan ritme selama satu menit.
Palpasi, meliputi:
1.      Temperatur kulit
2.      Premitus : fibrasi dada
3.      Pengembangan dada
4.       Krepitasi
5.       Massa
6.       Edema
Auskultasi, meliputi:
1.      Vesikuler
2.      Broncho vesikuler
3.      Hyper ventilasi
4.      Rochi
5.       Wheezing
6.       Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.



c.       Pemeriksaan penunjang
1.      Spirometri :
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2.      Tes provokasi :
a.        Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
b.      Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
c.       Tes provokasi bronkial
Untuk menunjang adanya hiperaktivitas bronkus , test provokasi dilakukan bila tidak dilakukan test spirometri. Test provokasi bronchial seperti : Test provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
3.      Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
4.      Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
5.       Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
6.       Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
7.       Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
8.      Pemeriksaan sputum.
d.      Dampak Hospitalisasi 
Sumber stressor :
a)      Perpisahan
*     Protes : pergi, menendang, menangis
*     Putus asa : tidak aktif, menarik diri, depresi, regresi
*     Menerima : tertarik dengan lingkungan, interaksi
b)      Kehilangan kontrol : ketergantungan fisik, perubahan rutinitas, ketergantungan, ini akan menyebabkan anak malu, bersalah dan takut.
c)      Perlukaan tubuh : konkrit tentang penyebab sakit.
d)     Lingkungan baru, memulai sosialisasi lingkungan






e.       Analisa Data
Data
Etiologi
Masalah
DS: pasien mengatakan sesak nafas terus menerus
DO:
·         Sesak nafas,nafas dangkal dan cepat
·         Auskultasi: wheezing di bronkus dan area paru
·         Batuk tidak produktif,secret kental sulit keluar
Hiperaktifitas Bronchus

Penumpukan secret kental
Gangguan ketidak efektifan jalan nafas
DS: Pasien mengatakan dadanya terasa ampeg
DO:
·         Sesak nafas, nafas cepat dan dangkal
·         Dyspnea dengan ekspirasi yang lama dan inspirasi pendek
Peningkatan usaha dan        frekuensi pernafasan

Penurunan pernafasan paru
penurunan ekspansi paru
DS: pasien mengatakan nafsu makan menurun, tekstur kulit tidak baik, berat badan  menurun.
DO:
·         Makanan yang disediakan tidak di makan
·         Berat badan waktu ditimbang terus menurun
·         Tekstur kulit tidak baik saat di palpasi
Penurunan nafsu makan

intake yang tidak adekuat.
f.       Diagnose keperawatan.
a.      Diagnosa  1
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
·         Tujuan :
Jalan nafas kembali efektif.
·         Kriteria hasil :
Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik.
·         Intervensi :
a.       Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
b.      Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi
c.       Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.\
d.       Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
  Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, Sakit akut/kelemahan.
e.       Berikan air hangat
Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
f.       Kolaborasi obat sesuai indikas
Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
b.      Diagnosa 2 :
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
·         Tujuan :
Pola nafas kembali efektif.
·         Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.
·         Intervensi :
1.       Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
2.      Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
3.      Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
4.      Observasi pola batuk dan karakter sekret
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5.      Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
6.      Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan, Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
c.       Diagnose 3
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
·         Tujuan :
Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
·         Kriteria hasil :
Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat badan dalam batas normal.
·         Intervensi :
1.      Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.
2.      Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien dalam asuhan keperawatan
3.      Timbang berat badan dan tinggi badan.
Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya nutrisi
4.      Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
Rasional : air hangat dapat mengurangi mual.
5.      Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
6.      Kolaborasi :Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
§      Berikan obat sesuai indikasi.
§      Vitamin B squrb 2×1.
Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
§      Antiemetik rantis 2×1
Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah.
d.      Diagnose 4
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
·         Tujuan :
Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
·         Kriteria hasil :
KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot terasa pada skala sedang
·         Intervensi :
1.       Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2.      Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
3.      Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal.
4.      Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
5.      Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.

e.       Diagnose 5
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi
·         Tujuan :
Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.
·         Kriteria hasil :
Mencari tentang proses penyakit :
                                                               I.            Klien mengerti tentang definisi asma
                                                            II.             Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma
                                                         III.             Klien mengerti komplikasi dari asma
·         Intervensi :
1.      Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan kesembuhan.
Rasional : informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah berlebihan.
2.      Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.
Rasional : kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mangasimilasi informasi atau mengikuti program medik
3.      Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.
Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari penyakitnya.
4.      Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan.
Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah meminimalkan komplikasi.
5.      Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik.
Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen.



g.      Evaluasi
a.       Jalan nafas kembali efektif.
b.      Pola nafas kembali efektif.
c.       Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
d.      Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.






















Daftar pustaka




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar